
Istighatsah, yang secara bahasa berarti “meminta pertolongan dengan sangat” (الاستغاثة), merupakan salah satu bentuk ibadah yang menunjukkan totalitas ketergantungan seorang hamba kepada Allah SWT. Dalam konteks spiritualitas Islam, istighatsah bukan hanya sekadar doa atau permintaan biasa, melainkan jeritan jiwa seorang mukmin yang tengah berada di titik nadir kehidupannya. Ketika manusia terhimpit dalam kesulitan, tertimpa musibah, atau berada di tengah kekacauan batin, istighatsah menjadi jembatan antara keputusasaan dunia dan pengharapan kepada Yang Maha Kuasa. Ia adalah bentuk pengakuan bahwa tidak ada satu kekuatan pun yang mampu memberikan solusi kecuali Allah SWT semata, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anfal ayat 9: “Ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu Dia mengabulkan untukmu: Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” Ayat ini menjadi landasan kuat bahwa istighatsah bukan hanya praktik spiritual, tetapi juga memiliki efek langsung dalam membangkitkan kekuatan batin, memperkuat kesabaran, dan mempercepat datangnya pertolongan Allah.
Di tengah kehidupan modern yang penuh tekanan—baik dalam urusan ekonomi, keluarga, pendidikan, maupun sosial—istighatsah hadir sebagai sarana penyejuk hati yang mampu meredam kegelisahan dan memperkuat akidah. Dengan melibatkan aspek doa berjamaah, istighatsah juga mempererat ukhuwah sesama Muslim karena dalam kebersamaan itu tumbuh rasa empati, solidaritas, dan saling mendoakan. Tidak sedikit pengalaman kolektif umat Islam yang menunjukkan bahwa istighatsah mampu menjadi medium perubahan sosial, seperti yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia di mana masyarakat mengadakan istighatsah untuk memohon hujan, kedamaian pasca konflik, atau penyelesaian bencana. Hal ini sejalan dengan spirit Ahlussunnah wal Jamaah yang menempatkan doa dan tawasul sebagai bagian integral dari spiritualitas yang bersifat kolektif dan transendental.
Lebih dari sekadar ritual, istighatsah mengajarkan manusia tentang makna hakiki tawakal. Ia menumbuhkan kesadaran bahwa betapapun besar ikhtiar manusia, tetap ada ruang bagi kekuasaan Allah yang harus dihadirkan lewat doa dan kepasrahan total. Di saat akal dan usaha tak lagi mampu menembus tembok permasalahan, istighatsah menjadi jalan pulang menuju rahmat-Nya. Dalam konteks ini, istighatsah bukan hanya relevan bagi orang-orang yang sedang dalam kesulitan, tetapi juga penting bagi siapa pun yang ingin menjaga kedekatan dengan Allah, karena sesungguhnya manusia selalu dalam kondisi butuh kepada-Nya setiap saat. Oleh karena itu, menjadikan istighatsah sebagai bagian dari laku hidup sehari-hari bukan hanya akan mendatangkan ketenangan batin, tetapi juga menjadi wujud nyata dari iman yang aktif dan dinamis dalam menghadapi segala lika-liku kehidupan.
Leave a Reply